UKM
TULISAN
1
USAHA
KECIL DAN MENENGAH
PENDAHULUAN
Di Indonesia, subsidi energi
khususnya subsidi bahan bakar secara tradisional memainkan peranan penting
dalam menentukan biaya hidup dan biaya menjalankan usaha. Namun dalam 10 tahun terakhir,
meningkatnya harga minyak dunia yang seiring dengan peningkatan permintaan
bahan bakar telah membuat subsidi tidak lagi terjangkau dan mengharuskan
dilakukannya sejumlah reformasi mendasar.
Meskipun hal ini diperlukan karena
alasan fiscal, Indonesia memiliki populasi rumah tangga berpendapatan rendah
yang cukup signifikan. Ini membuat subsidi bahan bakar menjadi lebih dari
sekedar isu ekonomi, namun juga menjadi inti perdebatan sosial dan politik
kontroversial.
Tujuan makalah ini adalah untuk
menelusuri pertanyaan berikut:
apakah reformasi subsidi bahan bakar
fosil berdampak berarti bagi usaha kecil dan menengah (UKM) ?
Usaha kecil menengah merupakan
bagian besar dari usaha yang ada di Indonesia dan berkontribusi amat signifikan
terhadap peniptaan lapangan kerja secara total. UKM amat penting dalam
pengurangan kemiskinan. Oleh karenanya, dampak dari reformasi subsidi bahan
bakar fosil atau peningkatan harga bahan bakar yang menimpa UKM akan berperan
amat signifikan dalam menentukan kondisi umum kesejahteraan sosial dan ekonomi.
A. latar Belakang
Sebagaimana di banyak negara
berkembang, terdapat setidaknya tiga alasan utama mengapa usaha kecil (termasuk
Mikro) dan menengah amat penting di Indonesia. Alasan pertama adalah dari segi
jumlah. Jumlah UKM amat banyak.
menurut data dari Kementrian
koperasi dan UKM (UKM 2013), ada sekitar 56,5 juta UKM di Indonesia pada tahun
2012. UKM juga merupakan unit usaha padat karya yang utamanya menggunakan
tenaga kerja berpendidikan rendah. Oleh karena itu, UKM memainkan peranan
penting dalam penciptaan lapangan kerja dan pada gilirannya turut mengurangi
kemiskinan.
Kedua, UKM dan khususnya perusahaan
kecil (UK) tersebar luas di banyak wilayah pedesaan. Ini berarti usaha-usaha
kecil memiliki arti penting bagi perekonomian pedesaan. Usaha kecil
berkontribusi signifikan terhadap pembangunan ekonomi daerah, serta mengurangi
kesenjangan pembangunan antara wilayah pedesaan dan perkotaan.
Ketiga, UKM memiliki potensi ekonomi
yang luar biasa, yang tidak terbatas pada peningkatan produk domestik bruto (PDB)
Indonesia saja. UKM juga membantu mendiversifikasi Indonesia an menciptakan
sector ekspor bernilai selain sector migas. Hal ini khususnya diwakili oleh
prduk-produk seperti furniture, garmen, alas kaki, serta berbagai produk
kreatif dan kerajinan tangan lainnya.
Namun UKM di Indonesia dan di banyak
negara berkembang lainnya berbeda dengan UKM di negara-negara maju.
Sekitar 99 persen UKM di Indonesia
merupakan perusahaan amat kecil atau mikro yang memiliki ciri-ciri berikut:
•Tidak terdaftar dan beroperasi di
sektor informal.
•Mayoritas berada di wilayah
pedesaan.
•Tidak mengadopsi sistem organisasi,
manajemen dan pembukuan konvensional/modern.
•Menggunakan terutama pekerja
berbayar berpendidikan rendah dan anggota keluarga yang tidak
dibayar.
Disebabkan ciri-ciri ini, tidak
mengherankan jika kebanyakan perusahaan tersebut berkinerja buruk (misalnya:
produktivitas rendah dan memproduksi
barang berkualitas rendah) serta mengalami kesulitan mengakses berbagai
prasyarat yang diperlukan, termasuk
modal, tenaga kerja berkualitas, teknologi dan informasi, serta akses kepada
pasar domestik dan ekspor. Sejumlah
hambatan yang umum ditemukan disemua UKM
•Kurangnya dana untuk mendanai operasional dan investasi
modal.
•Kurangnya sumber daya manusia
berketerampilan tinggi.
•Kurangnya akses kepada teknologi
canggih.
•Kurangnya informasi terbaru (up-to-date)
dan komprehensif.
•Kesulitan dalam pengadaan bahan
mentah dan prasyarat (input) lainnya.
.•Kesulitan dalam pemasaran dan
distribusi.
•Biaya transportasi yang tinggi.
•Prosedur birokrasi yang rumit dan
mahal, khususnya dalam mendapatkan perizinan.
•Kebijakan dan regulasi yang
menyebabkan distorsi pasar
Makalah ini dimulai dengan sejumlah
informasi mendasar tentang UKM di Indonesia dan menjelaskan dua pendekatan
analistis untuk menelusuri bagaimana UKM-UKM terkena dampak reformasi subsidi
energi:
pertama, sejauh mana berbagai jenis
UKM melaporkan harga energi sebagai masalah.
kedua, melalui pengaruh energi dalam
struktur biaya UKM.
PEMBAHASAN
Arti Penting Energi dalam Struktur Biaya UKM
Meskipun umum diketahui bahwa UKM,
khususnya usaha kecil, bukan usaha padat energi (energy-intensive) seperti
perusahaan besar, biaya energi masih signifikan yang berkisar dari 10% hingga
lebih dari 65% total biaya produksi (United States Agency for International
Development(USAID), 2008). Untuk usaha-usaha kecil (termasuk perusahaan mikro),
tidak terdapat data nasional terkait struktur biaya atau
komposisi input yang digunakan.
Namun terdapat sejumlah penelitian yang didasarkan pada survei lapangan yang
menunjukkan bahwa biaya energy bukan merupakan komponen terbesar biaya produksi
total untuk usaha kecil di Indonesia, meskipun presentasinya bervariasi
berdasarkan kelompok industry.
Data survei dari BI & PS-IUKMPU
(2010) yang disajikan secara ringkas menunjukkan bahwa biaya operasi hanya
merupakan komponen kecil biaya produksi total untuk usaha kecil di bidang
pengolahan kayu, makanan, dan minuman serta industry tekstil dan alas kaki di
beberapa daerah di Indonesia, termasuk di Sumatera Barat, Jawa Barat dan Jawa
Timur. Biaya operasi mencakup biaya energy, meskipun energy belum tentu menjadi
komponen dominan dalam biaya operasi. Misalnya, dalam industry pengolahan kayu,
biaya energy membentuk sekitar 13,55% dari total biaya operasi. Di Industri
lain proposinya lebih tinggi, seperti industry makanan dan minuman, dimana
biaya bahan bakar merupakan 42,4% dari biaya operasional. UKM di Industri
makanan dan minuman menggunakan boiler sebagai sumber uap untuk proses
produksinya. Batu bara, solar dan minyak adalah bahan bakar yang umum digunakan
untuk mengopersikan
Boiler, yang akhirnya menyebabkan
biaya produksi yang tinggi.
Secara umum, pengalaman menunjukkan
bahwa dampak peningkatan harga bahan bakar terhadap UKM terjadi melalui saluran
langsung dan tidak langsung.
-
Dampak
Langsung
Dampak langsung meningkatkan biaya
operasional total UkKM karena mereka harus membayar energi lebih besar. Tingkat
kenaikan akan bervariasi berdasarkan kelompok industry, sesuai jumlah energy
dan jenis energy yang mereka konsumsi.
Misalnya, UKM yang memproduksi roti
akan sangat bergantung pada gas untuk menyalakan oven, sehingga biaya energy
membentuk 7-8% dari total biaya produksi roti. Setiap hari, took-toko tabung
LPG 12 kg. ketika pemerintah mengumumkan rencana untuk meningkatkan harga gas
LPG 12 kgpada awal maret 2013 dari Rp 70.200 menjadi Rp 95.600, berarti total
naik sebesar Rp 25.400 (atau 35%)
Asosiasi pengusaha roti Indonesia
menyatakan kebijakan itu akan meningkatan biaya roti sebesar 2%. Jika
menghitung peningkatan biaya listrik baru-baru ini, maka total biaya energy
keseluruhan meningkat senesar 10%(Citra Indonesia 2013).
Peningkatan biaya operasional total
yang disebabkan kenaikan harga bahan bakar juga bergantung pada jenis mesin yang
digunakan, dan mungkin lebih penting lagi, upaya penyesuaian yang diambil oleh
produsen dalam menghadapu perubahan harga, yang akan menentukan efisiensi
penggunaan bahan bakar.
-
Dampak Tidak Langsung
Di sisi lain, dampak tidak langsung
muncul melalui efek sekunder (knock-on) yang disebabkan kenaikan harga energy
terhadap aspek lain dari UKM, seperti misalnya peningkatan biaya input lain
atau penurunan pendapatan riil konsumen, yang mengakibatkan penurunan
permintaan.
Dampak tidak langsung terhadap UKM
umumnya diperkirakan lebih signifikan daripada dampak langsungnya.
Bank Indonesia memprediksi inflasi
tahunan di 2013 dapat mencapai 7,9%, melampaui perkiraan pemerintah yang
sebesar 7,2%, sebagai akibat peningkatan biaya bahan bakar bersubsidi. Dampak
inflasi langsung dan tidak langsung dari reformasi harga pada juni 2013
diperkirakan sebesar 2,45%, yang terdiri dari sub-komponen berikut:
dampak tidak langsung terhadap biaya
transportasi publik dan komoditas (makanan dan barang pokok lainnya)
berkontribusi masing-masing sebesar 0,82% dan 0,40%; serta dampak langsung
berkontribusi sebesar 1,23%. Menurut Bank Indonesia, dampak ini akan bertahan
selama tiga bulan, khususnya dalam biaya transportasi public. Dampak kenaikan
harga energy terhadap biaya mentah dan komoditas input usaha dapat signifikan.
Misalnya,
pada 2008, Majalah Tempo mengumumkan
bahwa kenaikan harga bahan bakar di akhir Mei mengakibatkan tutupnya ribuan UKM
di kabupaten Tangerang, provinsi Banten (Asia Pacific Solidarity Network[APSN],
2008). Sekitar 50% dari 17.353 UKM diwilayah ini telah gulung tikar karena
bangkrut, termasuk warung makan, industry kerajinan tangan dan industry rumah
tangga (cottage),khususnya yang memproduksi kerupuk, tempe dan tahu. Banyak UKM
yang tutup karena kenaikan harga bahan dasar, biaya transportasi public dan
biaya produksi, sementara yang tidak tutup masih berjuang keras untuk bertahan
dengan masa depan yang suram (APSN, 2008).
Dampak tidak langsung terhadap
kredit juga dapat bersifat serius. Sebagai tanggapan terhadap kenaikan inflasi
dan terus terdepresiasinya rupiah, otoritas moneter Indonesia memutuskan untuk
menaikkan tingkat suku bunga Bank
Indonesia dari 5,75 % pada bulen Mei
2013 menjadi 6,0 %pada bulan Juni dan kembali naik hingga 6,5 % di bulan Juli
(Bank Indonesia, 2013). Kenaikan biaya kredit ini membuat UKM yang bergantung
pada pinjaman bank menjadi kesulitan, meskipun jenis UKM seperti ini relatif
minoritas. Lebih lanjut, hal ini akan berdampak pada usaha lebih besar yang
bergantung pada kredit dan memiliki hubungan dengan UKM (mis. perusahaan dagang
dan produsen mobil besar). Jika perusahaan-perusahaan tersebut mengalami maslah
keuangan yang disebabkan tingkat suku bunga yang tinggi, dan karenanya harus
mengurangi produksi atau bahkan tutup, maka UKM subkontraktor atau yang terkait
dengan usaha tersebut juga akan merasakan akibatnya. Kemungkinan dampak tidak
langsung paling serius terhadap UKM adalah penurunan daya beli di kalangan
kelompok berpendapatan rendah.
Meskipun data tentang jumlah pembeli barang dan jasa UKM berdasarkan tingkat
pendapatan belum tersedia, para pelanggan utama UKM berasal dari rumah tangga
berpendapatan rendah,
engingat sebaginan besar UKM di
Indonesia (sebagaimana di kebanyakan negara berkembang) menghasilkan barang dan
jasa murah. Bahkan jika rumah tangga berpendapatan rendah tersebut tidak
mengeluarkan pendapatan
mereka untuk bahan bakar secara
langsung, mereka diperkirakan akan tetap terdampak serius oleh reformasi
subsidi, mengingat harga barang dan jasa termasuk ongkos transportasi juga
meningkat akibat kenaikan harga bahan bakar.
Menyusul kenaikan harga bensin dan
solar pada bulan Juni 2013, Kementerian Perdagangan memperkirakan bahwa harga
barang pokok dan jasa akan meningkat minimal 5 % dan maksimal 10%, atau
rata-rata sekitar 8,2 %(Setiawan, Laoli, Prayogo, Werdiningsih, & Himawan,
2013). Namun dalam kenyataannya, dampak riilnya dapat lebih buruk. Menurut Organisasi
Sarana Angkutan Darat (ORGANDA), ongkos transportasi dapat naik hingga 35 %(Republika
Online, 2013b), meskipun pemerintah menetapkan kenaikan maksimal tidak boleh
melebihi 20 %.
PENUTUP
Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan
Dalam mengkaji hubungan antara
reformasi subsidi bahan bakar fosil dan UKM, makalah ini memiliki tiga pesan
kunci:
1.Secara umum, UKM tidak
padat-energi (energy-intensive) sebagaimana usaha besar, namun UKM juga lebih
rentan.Ini berarti dampak keuangan langsung kenaikan harga energi pada UKM
tidak akan seserius dampaknya terhadap usaha besar; namun kapasitas UKM untuk menghadapi
setiap dampak negatif
kemungkinan jauh lebih rendah.
Dampak negatif kecil sekalipun dapat berdampak jauh lebih serius bagi UKM.
2.UKM amat beragam dan data yang ada
saat ini masih jauh dari cukup untuk memprediksi secara mendetil bagaimana penentuan
harga energi akan berdampak pada berbagai sektor atau kelompok industri.
UKM amat beragam dalam berbagai
segi, termasuk sifat proses produksi, struktur biaya, marjin keuntungan,
keamanan keuangan, permintaan pasar, dan kapasitas mereka untuk menyesuaikan
diri dengan kenaikan harga. Saat ini tidak ada data untuk membantu memprediksi
jenis UKM apa yang akan terdampak paling
serius oleh perubahan harga energi.
Jenis bisnis seperti apa yang akan paling terdampak oleh kenaikan harga bensin,
solar, LPG atau listrik? Untuk saat ini, bukti anekdot menunjukkan bahwa secara
historis, reformasi atas subsidi bensin paling berdampak serius terhadap UKM
yang terkait dengan industri pengolahan
makanan, penggilingan padi,
perikanan, warung makan, bahan bangunan (seperti lantai dan batu bata), dan
transportasi kota. tampak jelas pula bahwa tantangan ini khususnya dihadapi di
Indonesia Timur, di mana harga energi tinggi karena transportasi bahan bakar
yang jauh dan kurang memadainya infrastruktur setempat
(mis. Jalan dari pelabuhan ke pusat
kegiatan ekonomi lokal/UKM). Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk dapat
meneliti isu ini lebih mendetil dan untuk mengajukan mekanisme tertarget untuk
mendukung UKM
yang rentan selama reformasi harga.
3.Dampak tidak langsung kenaikan
harga energi dapat berdampak paling serius terhadap UKM khususnya melalui biaya
transportasi, bahan mentah dan modal.
Hal ini disebabkan tiga alasan.
Pertama, UKM secara umum tidak sepadat energi perusahaan besar (artinya juga
tidak intensif bahan bakar), sehingga dampak
langsungnya relatif kecil. Kedua,
semua perusahaan sebesar apapun bergantung pada setidaknya transportasi darat,
yang merupakan fokus utama reformasi subsidi bahan bakar fosil di Indonesia.
Ketiga, UKM Indonesia,
khususnya usaha kecil, amat
bergantung pada rumah tangga berpendapatan rendah sebagai pembeli utama mereka,
dan kelompok ini khususnya adalah yang paling terdampak serius oleh kenaikan
harga bahan bakar
dan inflasi yang terkait dengannya,
yang menurunkan pendapatan mereka dan menyebabkan penurunan permintaan pasar.
Tentunya tidak lagi perlu
memperdebatkan mengapa pemerintah memutuskan memotong subsidi bahan bakar,
karena hal itu disebabkan skala pengeluaran subsidi yang tidak dapat
dipertahankan, serta karena subsidi bahan
bakar yang sejatinya untuk membantu
kelompok berpendapatan rendah ternyata tidak tepat sasaran. Akan lebih baik
jika pemerintah dan UKM mengambil tindakan-tindakan berikut untuk
mengkompensasi masalah-masalah yang
dapat disebabkan oleh reformasi subsidi
bahan bakar fosil
Dari sisi pemerintah:
1.Meningkatkan akses kepada
pembiayaan bank untuk UKM yang layak bisnis, khususnya yang berpotensi besar
berkontribusi terhadap PDB dan ekspor di masa mendatang
. Misalnya, ini dapat mencakup UKM
yang terkait dengan tekstil dan garmen, makanan dan minuman, produk kulit,
produk kayu (khususnya furnitur), barang kreatif dan kerajinan tangan.
2.Menghilangkan prosedur birokratis
yang tidak perlu untuk mengurangi waktu yang dihabiskan dan mahalnya biaya
terkait pengurusan perizinan bagi UKM. Ini dapat mencakup izin mengimpor bahan
mentah dan mengekspor barang dan jasa.
3.Merealokasikan sejumlah dana yang
dihasilkan dari reformasi subsidi untuk mengembangkan infrastruktur dan
fasilitas transportasi publik, khususnya di wilayah pedesaan di mana sebagian
besar UKM berada. Infrastruktur dan fasilitas transportasi publik yang baik
akan membantu UKM membeli bahan mentah dan
memasarkan produknya. Dana tersebut
juga dapat digunakan untuk mengatasi masalah utama UKM lainnya, misalnya untuk
berinvestasi di pendidikan untuk meningkatkan ketersediaan tenaga kerja
terampil untuk jangka menengah yang dibutuhkan UKM untuk tumbuh dan
berekspansi. Dana ini dapat direalokasikan
secara lebih umum untuk membantu
melaksanakan kebijakan pemerintah yang telah ada selama ini dalam mendukung
UKM, yang mencakup pengembangan SDM, kewirausahaan dan pembiayaan.
4.Mendukung UKM memperbaiki
efisiensi mereka dalam menggunakan energi.
Misalnya, UKM dapat diberikan
bantuan teknis dan keuangan untuk mengidentifikasi peluang untuk memperbaiki
efisiensi dan memodernisasi sistem produksi mereka.
5.Membantu UKM menggunakan energi
alternatif. Secara umum, UKM memerlukan teknologi yang tidak mereka miliki.
Karenanya amat penting untuk mendukung transfer teknologi dengan berbagai mitra
seperti universitas, perusahaan besar, organisasi non-pemerintah serta lembaga
pemerintah. Banyak isu
yang harus diselesaikan agar dapat
menjalankan transfer dan pengembangan teknologi yang efektif untuk
mengembangkan energi alternatif, termasuk pengembangan kelembagaan, informasi,
kemitraan dan
pembangunan jaringan (networking),
penelitian dan pengembangan kolaboratif, hak atas kekayaan intelektual, pembiayaan
dan infrastruktur.
Referensi
Antara News. (2013a).
Dampak Kenaikan BBM Mulai Dirasakan
UKM. Retrieved from
http://www.antaranews.com/
print/31582/%20dampak-kenaikan-bbm-mulai-dirasakan-ukm
Antara News, (2013b).
Pendapatan UMKM Turun 4,16% Akibat
Kenaikan BBM.
Retrieved from
http://www.antaranews.com/print/103873/
Asia Pacific Solidarity Network
(APSN). (2008, June 4).
50 percent of SMEs in Tangerang
collapse following fuel price
hikes. Retrieved from http://www.asia-pacific solidarity.net/southeastasia/indonesia/indoleft/2008/tempo_50per
centsmescollapse_050608.htm
Badan Pusat Statistik (BPS).
(2010a).
Profil Industri Mikro dan Kecil 2010
(Profile of Micro and Small Industry).
Jakarta: Badan Pusat Statistik.
BPS. (2010b).
Statistik Industri Besar dan Sedang
(Statistics of Medium and Large Industries).
Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Bank Indonesia & Pusat Studi
Industri, UKM dan Persaingan Usaha. (2010). S
truktur Biaya Produksi Usaha Mikro
dan Kecil
[Production cost structure of micro
and small enterprises]. Laporan Penelitian, Tim Peneliti, Desember, Jakarta.
Bank Indonesia. (2013, July 11).
BI-rate raised by 50 bps to 6.50%.
Retrieved from
http://www.bi.go.id/web/en/
Ruang+Media/Siaran+Pers/sp_151413_dkom.htm
Bappenas. (2006).
Bab 1 Kondisi Ekonomi Makro Tahun
2006. Retrieved from
http://www.bappenas.go.id/
files/4113/5228/3386/bab__20081122141425__775__2.pd
Komentar
Posting Komentar