home industri



TULISAN 3
HOME INDUSTRI

BAB I
PENDAHULUAN

      A.    Latar Belakang
Peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah tenaga kerja selalu berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Salah satu hal yang mempengaruhinya adalah meningkatnya perdagangan dan industri yang tumbuh di dalam masyarakat. Para pekerja yang semula bekerja di sector pertanian kemudian mulai bergeser ke sector industri yang tumbuh secara pesat dengan berdirinya berbagai perusahaan-perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja.
Untuk mengetahui lebih lanjut masalah ketenagakerjaan dapat dilihat sebelum terjadi hubungan kerja, artinya seseorang akan mencari pekerjaan atau calon tenaga kerja. Calon tenaga kerja tersebut dapat dikatakan sebagai pengangguran dalam pengertian belum mendapatkan pekerjaan di dalam maupun di luar negeri dengan tujuan untuk meningkatkan taraf hidupnya.Penyediaan lapangan pekerjaan merupakan salah satu kewajiban pemerintah sesuai yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat 2 yang menyatakan bahwa setiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan kehidupan yang layak.
Atas dasar tersebut pemerintah mengeluarkan berbagai aturan dan kebijaksanaan untuk memberikan perlindungan dan kesempatan kepada mereka.Dalam konteks industri, proses produksi yang makin maju dan berkembang tentunya perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja yang terampil maupun kurang terampil, bahkan tidak memiliki keahlian sama sekali.
Proses itu tidak bias dihindarkan semakin banyaknya penggunaan tenaga kerja mengakibatkan timbulnya peerselisihan sehingga kadang-kadang hubungan kerja tidak harmonis, benturan dan gesekan dalam pelaksanaan proses produksi antara pekerja/ buruh dengan pengusaha, yang disebabkan oleh adanya kepentingan dan motivasi berbeda.

Pekerja ingin mendapatkan pekerjaan yang ringan dengan hasil yang banyak, sedang pengusaha ingin memberikan upah sedikit dan berharap produktivitas yang tinggi dan memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.  Kondisi demikian apabila tidak diantisipasi dapat mengganggu jalannya perusahaan, lebih-lebih pekerja dengan telah bergabung dalam suatu wadah organisasi serikat pekerja yang memang keberadaannya diatur di dalam Undang-Undang No.21 tahun 2000. wadah ini merupakan kekuatan yang dapat menimbulkan keberanian untuk menentang kebijakan pengusaha yang melanggar peraturan yang berlaku.
Adapun aksi suatu tuntutan dapat berupa unjuk rasa mogok kerja. Oleh karena itu, dalam rangka mengantisipasi kepentingan yang berbeda yang dapat menimbulkan konflik maka perlu suatu aturan baku yang mengatur agar mereka dapat menahan diri dan menyelesaikan permasalahan..pernyataan ini menegaskan adanya kewajiban bagi pengusaha untuk memperlakukan para pekerja secara adil dan proposional sesuai dengan keseimbangan kepentingan.dalam posisi ini pekerja sebagai mitra usaha, bukan merupakan ancaman bagi keberdaan perusahaan .hukum sebagi pedoman berprilaku harus mencerminkan aspek keseimbangan antara kepentingan individu masyarakat serta Negara.disamping mendorong terciptanya ketertiban kesamaan kedudukan dalam hukum dan keadilan.hukum ketenagakerjaan (uu no 13 tahun 2003).

       B.     Identifikasi Masalah
Bertolak dari kerangka dasar berfikir sebagaimana diuraikan pada bagian latar belakang, maka permasalahan yang akan diangkat dalam makalah ini adalah tentang surat home industri yang berkaitan dengan hukum ketenagakerjaan.
      C.    Tujuan Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, tujuan penulisannya ialah antara lain :
           1.      Untuk mengetahui apa itu home industry
           2.      Untuk menganalisa prinsip ketenagakerjaan dalam home industry






BAB II
PEMBAHSAN


A.    Pengertian
Secara etimologis Home berarti rumah, tempat tinggal, ataupun kampung halaman. Sedang Industry, dapat diartikan sebagai kerajinan,usaha produk barang dan atau pun perusahaan. Singkatnya, Home Industry (atau biasanyaditulis/diejadengan "Home Industri") adalah rumah usaha produk barang atau juga perusahaan kecil.Dikatakan sebaga iperusahaan kecil karena jenis kegiatan ekonomi ini dipusatkan di rumah.Pengertian usaha kecil secara jelas tercantum dalam UU No. 9 Tahun 1995, yang menyebutkan bahwa usaha kecil adalah usaha dengan kekayaan bersih paling banyak Rp200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) dengan hasil penjualan tahunan paling banyak Rp1.000.000.000.
Kriteria lainnya dalam UU No 9 Tahun 1995 adalah: milik WNI, berdiri sendiri, berafiliasi langsung atau tidak langsung dengan usaha menengah atau besar dan berbentuk badan usaha perorangan, baik berbadan hukum maupunt idak. Home Industri juga dapat berarti industri rumah tangga, karena termasuk dalam kategori usahakecil yang dikelola keluarga.
Pada dasarnya, dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) dan peraturan-peraturan pelaksananya, tidak ada ketentuan mengenai gaji ke-14. Biasanya sebutan gaji ke-14 digunakan untuk sebutan bonus tahunan yang diberikan perusahaan kepada karyawan pada akhir tahun atau untuk tunjangan hari raya (“THR”).
Berdasarkan UU Ketenagakerjaan dan peraturan pelaksananya, yang wajib untuk diberikan oleh pengusaha kepada buruh atau pekerja adalah upah dan THR sebagaimana dapat kita lihat dalam Pasal 88 UU Ketenagakerjaan (mengenai upah) dan Pasal 2 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. PER-04/MEN/1994 Tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan (“Permenaker No. 4/1994”) (mengenai THR).
Yang termasuk dalam komponen upah berdasarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. SE-07/MEN/1990 Tahun 1990 tentang Pengelompokan Komponen Upah Dan Pendapatan Non Upah, yaitu:
a.       Upah Pokok: adalah imbalan dasar yang dibayarkan kepada pekerja menurut tingkat atau jenis pekerjaan yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
b.      Tunjangan Tetap: adalah suatu pembayaran yang teratur berkaitan dengan pekerjaan yang diberikan secara tetap untuk pekerja dan keluarganya serta dibayarkan dalam satuan waktu yang sama dengan pembayaran upah pokok, seperti Tunjangan Isteri; Tunjangan Anak; Tunjangan Perumahan; Tunjangan Kematian; Tunjangan Daerah dan lain-lain. Tunjangan Makan dan Tunjangan Transport dapat dimasukan dalam komponen tunjangan tetap apabila pemberian tunjangan tersebut tidak dikaitkan dengan kehadiran, dan diterima secara tetap oleh pekerja menurut satuan waktu, harian atau bulanan.
c.        Tunjangan Tidak Tetap adalah suatu pembayaran yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan pekerja, yang diberikan secara tidak tetap untuk pekerja dan keluarganya serta dibayarkan menurut satuan waktu yang tidak sama dengan waktu pembayaran upah pokok, seperti Tunjangan Transport yang didasarkan pada kehadiran, Tunjangan makan dapat dimasukan ke dalam tunjangan tidak tetap apabila tunjangan tersebut diberikan atas dasar kehadiran (pemberian tunjangan bisa dalam bentuk uang atau fasilitas makan).
Sedangkan, bonus termasuk ke dalam pendapatan non upah, sebagaimana uraian komponen pendapatan non upah berikut ini:
a.       Fasilitas: adalah kenikmatan dalam bentuk nyata/natura yang diberikan perusahaan oleh karena hal-hal yang bersifat khusus atau untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja, seperti fasilitas kendaraan (antar jemput pekerja atau lainnya); pemberian makan secara cuma-cuma; sarana ibadah; tempat penitipan bayi; koperasi; kantin dan lain-lain.
b.      Bonus: adalah bukan merupakan bagian dari upah, melainkan pembayaran yang diterima pekerja dari hasil keuntungan perusahaan atau karena pekerja menghasilkan hasil kerja lebih besar dari target produksi yang normal atau karena peningkatan produktivitas; besarnya pembagian bonus diatur berdasarkan kesepakatan
c.       Tunjangan Hari Raya (THR), Gratifikasi dan Pembagian keuntungan lainnya.
Oleh karena itu, apabila yang dimaksud dengan gaji ke-14 itu adalah bonus tahunan, maka hal tersebut memang bukanlah hal yang wajib untuk diberikan oleh pengusaha kepada buruh atau pekerjanya. Ada atau tidak adanya bonus serta berapa besarnya bergantung pada perjanjian antara pengusaha dan buruh, sehingga diperbolehkan apabila pengusaha tidak mau memperjanjikan mengenai gaji ke-14 tersebut. Apabila perusahaan sebelumnya memang tidak memperjanjikan “gaji ke-14” (yang merupakan bonus) serta besarnya “gaji ke-14” tersebut, maka tidak menjadi masalah apabila perusahaan memberikan “gaji ke-14” tersebut kurang dari besarnya satu kali gaji bulanan yang diterima oleh para pekerja. Akan tetapi, apabila perusahaan dan pekerja telah memperjanjikan akan adanya “gaji ke-14” berikut besarnya “gaji ke-14” tersebut, maka perjanjian tersebut mengikat kedua belah pihak sesuai ketentuan dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:
“Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan iktikad baik.”
Jika yang dimaksud dengan “gaji ke-14” itu adalah THR, maka perusahaan wajib memberikan THR, walaupun tidak diperjanjikan, karena mengenai THR ini telah diatur dalam Permenaker No. 4/1994. Berdasarkan Pasal 3 Permenaker No. 4/1994, ketentuan besarnya THR adalah sebagai berikut:
a.       Pekerja yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih sebesar 1 (satu) bulan upah (upah pokok ditambah tunjangan-tunjangan tetap).
b.      Pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan diberikan secara proporsional dengan masa kerja yakni dengan perhitungan: Masa kerja x 1 (satu) bulan upah.
Dalam hal yang dimaksud dengan “gaji ke-14” tersebut adalah THR, jika perusahaan tidak memberikan “gaji ke-14” yang merupakan THR tersebut atau memberikan “gaji ke-14” akan tetapi jumlahnya kurang dari satu kali gaji bulanan, maka pengusaha dapat dikenakan pidana sesuai dengan Pasal 8 Permenaker No. 4/1994 yakni berupa kurungan dan denda, sebagaimana pernah diuraikan dalam artikel berjudul Langkah Hukum Jika THR Tidak Dibayar Penuh.
B.     Pengaturan Mengenai Jam Kerja
Jam Kerja dalah waktu untuk melakukan pekerjaan, dapat dilaksanakan siang hari dan/atau malam hari. Jam Kerja bagi para pekerja di sektor swasta diatur dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya pasal 77 sampai dengan pasal 85. Pasal 77 ayat 1, UU No.13/2003 mewajibkan setiap pengusaha untuk melaksanakan ketentuan jam kerja. Ketentuan jam kerja ini telah diatur dalam 2 sistem seperti yang telas disebutkan diatas yaitu:
1)       7 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1  minggu; atau
2)       8 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu.
Pada kedua sistem jam kerja tersebut juga diberikan batasan jam kerja yaitu 40 (empat puluh) jam dalam 1 (satu) minggu. Apabila melebihi dari ketentuan waktu kerja tersebut, maka waktu kerja biasa dianggap masuk sebagai waktu kerja lembur sehingga pekerja/buruh berhak atas upah lembur.
Akan tetapi, ketentuan waktu kerja tersebut tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu seperti misalnya pekerjaan di pengeboran minyak lepas pantai, sopir angkutan jarak jauh, penerbangan jarak jauh, pekerjaan di kapal (laut), atau penebangan hutan.
Ada pula pekerjaan-pekerjaan tertentu yang harus dijalankan terus-menerus, termasuk pada hari libur resmi (Pasal 85 ayat 2 UU No.13/2003). Pekerjaan yang terus-menerus ini kemudian diatur dalam Kepmenakertrans No. Kep-233/Men/2003 Tahun 2003 tentang Jenis dan Sifat Pekerjaan yang Dijalankan Secara Terus Menerus. Dan dalam penerapannya tentu pekerjaan yang dijalankan terus-menerus ini dijalankan dengan pembagian waktu kerja ke dalam shift-shift.
Adapun cara mengatur mengenai jam  kerja di lihat dari ketentuan mengenai pembagian jam kerja, atau untuk saat ini mengacu pada UU No.13/2003. Ketentuan waktu kerja diatas hanya mengatur batas waktu kerja untuk 7 atau 8 sehari dan 40 jam seminggu dan tidak mengatur kapan waktu atau jam kerja dimulai dan berakhir, Pengaturan mulai dan berakhirnya waktu atau jam kerja setiap hari dan selama kurun waktu seminggu, harus diatur secara jelas sesuai dengan kebutuhan oleh para pihak dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
Pada beberapa perusahaan, waktu kerja dicantumkan dalam Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Sebagaimana diatur dalam Pasal 108 ayat 1 UU No.13/2003, PP dan PKB mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk (biasanya Disnaker).
Selain jam kerja dalam suatu pekerjan juga terdapat waktu kerja lembur, Waktu kerja lembur adalah waktu kerja yang melebihi 7 jam sehari untuk 6 hari kerja dan 40 jam dalam seminggu atau 8 jam sehari untuk 8 hari kerja dan 40 jam dalam seminggu atau waktu kerja pada hari istirahat mingguan dan atau pada hari libur resmi yang ditetapkan Pemerintah (Pasal 1 ayat 1 Peraturan Menteri no.102/MEN/VI/2004).
Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 jam/hari dan 14 jam dalam 1 minggu diluar istirahat mingguan atau hari libur resmi.
C.    Model Kepemimpinan Perusahaan Home Industri
Salah satu karakteristik yang melekat dalam perusahaan home industri adalah keinginan agar kepemimpinan perusahaan dipegang sebaik-baiknya. Karakter ini secara umum bertumpu pada peran pemilik perusahaan dalam sebuah perusahaan keluarga, yakni memanfaatkan dan mengawasi sumber-sumber daya yang tersedia, menentukan tingkat spesialisasi dan integritas, memfasilitasi komunikasi dan koordinasi, serta mengatur kewenangan dan kepercayaan, termasuk menentukan siapa pemegang tampuk pimpinan perusahaan.
1.      Struktur Kepemimpinan
Struktur kepemimpinan yang baik mendorong terciptanya peran dan tanggung jawab yang lebih jelas, baik bagi pemimpin perusahaan, anggota keluarga, maupun karyawan nonkeluarga. Struktur kepemimpinan menjelaskan secara terperinci hak, tanggung jawab, dan proses kepemimpinan dalam perusahaan home industri
Perusahaan home industri memerlukan model kepemimpinan yang mampu menghadirkan stabilitas, keberlanjutan, dan perubahan sekaligus. Harus diakui perubahan adalah masalah sulit bagi perusahaan home industri.
Untuk mengatasinya, perusahaan home industri dapat membangun konsensus tentang pentingnya membangun dan mendukung kepemimpinan; menetapkan hak, tanggung jawab, dan proses kepemimpinan; memanajemeni proses tata kelola bagi pengambilan keputusan yang efektif dan penyelesaian perselisihan secara adil; membangun rencana suksesi kepemimpinan; mengimplementasikan perencanaan secara strategis; membangun proses guna memberikan edukasi tentang pentingnya peninggalan (legacy), membangun proses guna mengukur keberhasilan kepemimpinan.
2.      Berbagi Kepemimpinan
Model kepemimpinan berikutnya adalah berbagi kepemimpinan. Seiring dengan tumbuh kembangnya perusahaan, kepemimpinan tidak mungkin lagi bergantung hanya kepada satu figure seperti pada masa-masa awal berdirinya perusahaan home industri.
Kepemimpinan yang lebih bersifat kolektif akan membantu anggota keluarga mengatasi kejenuhan, terlibat lebih dalam, dan mempercepat proses pengambilan keputusan. Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh The Jakarta Consulting Group, konsep kebersamaan salam keluarga tetap dipegang oleh sebagian besar perusahaan keluarga (78%) dalam pengambilan keputusan dan kebijakan strategis. Kebersamaan ini ditunjukkan oleh mekanisme keputusan kolektif dalam pengambilan kebijakan strategis oleh anggota keluarga yang duduk dalam kepemimpinan perusahaan.
3.      Akomodasi Kelompok Informal
Perusahaan home industri yang sukses umumnya memiliki model kepemimpinan yang mengakui dan menghargai setiap pendekatan, serta berusaha mengakomodasi kelompok-kelompok informal melalui pemahaman dan pelibatan yang lebih luas. Kelompok informal adalah kelompok yang tidak memiliki jabatan dalam perusahaan home industri.
Perselisihan atau konflik jamak terjadi dalam perusahaan home industri, terutama di antara sesama anggota keluarga. Oleh karena itu, pemimpin perusahaan home industri hendaknya mengembangkan mekanisme penyelesaian perselisihan guna menghindari makin membesarnya konflik yang mengancam keharmonisan anggota pekerjangya dan keberlangsungan hidup perusahaan. Ingatlah banyak perusahaan home indstri yang runtuh akibat berlarut-larutnya konflik.
4.      Suksesi dan Pemahaman
Salah satu tanggung jawab pemimpin perusahaan home indutri adalah memahami kekuatan dan kelemahan diri, keluarga, dan orang-orang yang bekerja dengannya. Berdasarkan pemahaman inilah pemimpin perusahaan home industri dapat menempatkan anggota keluarga dan professional nonkeluarga pada posisi dan tugas yang tepat. Yang tak kalah penting adalah proses perekrutan, seleksi, kebijakan kompensasi, dan penilaian kerja yang adil guna menghindari perasaan cemburu dan benci di antara anggota keluarga dalam perusahaan.
Demi keberlanjutan bisnis pada masa depan, perencanaan suksesi yang baik wajib menjadi bagian dari model kepemimpinan perusahaan keluarga termasuk menentukan calon-calon yang berpotensi menjadi pemimpin masa depan untuk kemudian mempersiapkan mereka sejak dini.
Perencanaan suksesi ini sebaiknya juga dikaji ulang secara berkala mengingat perubahanperubahan yang mungkin terjadi dalam lingkungan keluarga dan perusahaan.
5.      Profesionalitas dalam Bisnis Keluarga
Bisnis home industri merupakan bisnis yang rentan terjadinya hal-hal yang tidak profesional dalam kepengurusan dan tata kelolanya. Hal ini tidak dapat dihindari karena adanya hubungan keluarga akan menyebabkan seseorang menjadi sungkan atau pekeweuh atau tidak enak hati dalam menyikapi setiap bentuk "penyelewengan" yang mungkin terjadi.
Sementara, potensi penyelewengan dalam bisnis keluarga sangat besar, mengingat tipikal kekeluargaan justru membuat orang "lebih berani" menunjukkan sifat pribadi mereka yang mungkin bukan sikap yang dibutuhkan perusahaan. "Sense of belonging" yang tinggi justru akan menyebabkan perasaan "tinggi hati" muncul mengalahkan profesionalitas.
Hubungan kekerabatan membuat celah pada pribadi untuk merasa "santai" dengan apa yang dipunyai. Dalam sudut pandang ini, bisnis keluarga, di mana kepengurusan dan karyawan dijalankan oleh lingkup keluarga merupakan bisnis dengan hubungan kerja dengan potensi konflik yang tinggi, karena subjektivitas yang juga tinggi, yang perlu disikapi dengan baik.
D.    Mekanisme Dan Penyelesaian Perselishan Pemutusan Hubungan Kerja
a.       Mekanisme Pemutusan Hubungan kerja
Karyawan, pengusaha dan pemerintah wajib untuk melakukan segala upaya untuk menghindari Pemutusan Hubungan kerja. Apabila tidak ada kesepakatan antara pengusaha karyawan/serikatnya, Pemutusan Hubungan kerja hanya dapat dilakukan oleh pengusaha setelah memperoleh penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI).
Selain karena pengunduran diri dan hal-hal tertentu dibawah ini, Pemutusan Hubungan kerja harus dilakukan melalui penetapan Lembaga Penyelesaian Hubungan Industrial (LPPHI). Hal-hal tersebut adalah :
1.      Karyawan masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya.
2.      Karyawan mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali.
3.      Karyawan mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan.
4.      Karyawan meninggal dunia.
5.      Karyawan ditahan.
6.      Pengusaha tidak terbukti melakukan pelanggaran yang dituduhkan karyawan melakukan permohonan Pemutusan Hubungan kerja.
7.      Selama belum ada penetapan dari LPPHI, karyawan dan pengusaha harus tetap melaksanakan segala kewajibannya. Sambil menunggu penetapan, pengusaha dapat melakukan skorsing, dengan tetap membayar hak-hak karyawan.  
b.      Perselisihan Pemutusan Hubungan kerja
Perselisihan Pemutusan Hubungan kerja termasuk kategori perselisihan hubungan industrial bersama perselisihan hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat karyawan. Perselisihan Pemutusan Hubungan kerja timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat antara karyawan dan pengusaha mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan salah satu pihak. Perselisihan Pemutusan Hubungan kerja antara lain mengenai sah atau tidaknya alasan Pemutusan Hubungan kerja, dan besaran kompensasi atas Pemutusan Hubungan kerja.
A.    Hasil Analisi Terhadap Peruahaan Home Industri Agar-Agar Restu
1.      Gaji Home Indutri Agar-agar Restu
Pemberian gaji yang di berikan terhadap pegawainya Perusahaan home indutri Agar-agar yang kami amati Ager ini sudah sesuai dengan UMR daerah garut, ujar menurut para pegawainya,  menetapkan besarnya upah, pengusaha dilarang membayar lebih rendah dari ketentuan upah minimum yang telah ditetapkan pemerintah setempat (Pasal 90 ayat 1 UU No. 13/ 2003). Apabila pengusaha memperjanjikan pembayaran upah yang lebih rendah dari upah minimum, maka kesepakatan tersebut batal demi hukum (Pasal 91 ayat 2 UU No. 13/2003)
Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 88 ayat 1 No. 13/2003). Kebijakan pemerintah mengenai pengupahan yang melindungi pekerja/buruh meliputi:
a)      upah minimum
b)      upah kerja lembur
c)      upah tidak masuk kerja karena berhalangan    
d)     upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;
e)      upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
f)       bentuk dan cara pembayaran upah
g)      denda dan potongan upah
h)      hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
i)        struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
j)        upah untuk pembayaran pesangon; dan
k)      upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
Pemberian Upah merupakan suatu imbalan/balas jasa dari perusahaan kepada tenaga kerjanya atas prestasi dan jasa yang disumbangkan dalam kegiatan produksi. Upah kerja yang diberikan biasanya tergantung pada:
a)      Biaya keperluan hidup minimum pekerja dan keluarganya
b)      Peraturan perundang – undangan yang mengikat tentang Upah Minimum Regional (UMR)
c)      Kemampuan dan Produktivitas perusahaan
d)     Jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi.
e)      Perbedaan jenis pekerjaan
Kebijakan komponen gaji/upah ditetapkan oleh masing-masing perusahaan. Yang jelas, gaji tidak boleh lebih rendah dari Upah Minimum Propinsi (UMP) yang ditetapkan pemerintah.
2.      Tunjangan Keahlian
Tunjangan keahlian merupakan salah satu bentuk tunjangan yang diterimakan kepada pekerja berkenaan dengan posisi, kondisi atau suatu penilaian tertentu, bisa dalam bentuk uang, dan dapat berbentuk natura. Tunjangan tersebut, adalah bagian dari komponen upah disamping upah pokok dan pendapatan non-upah, seperti: fasilitas, bonus dan/atau THR
Tunjangan keahlian diklasifikasikan tunjangan tetap karena dibayarkan secara teratur bersamaan dengan upah pokok sesuai dengan jenjang keahlian dan kompetensi serta profesionalisme seseorang pekerja. Dengan demikian, bagi pekerja yang memiliki suatu keahlian atau kompetensi tertentu, disamping berhak atas pengakuan kompetensi sesuai keahliannya, juga dengan sendirinya berhak memperoleh hadiah berupa tunjangan keahlian.
3.      Strategi Memilih Bisnis Home Indutri Perusahaan Agar-agar
Salah satu hal yang paling sulit di dunia ini adalah memilih, tentunya bukan memilih untuk urusan percintaan atau urusan jodoh. Memilih dalam konteks tulisan ini adalah memilih usaha yang paling tepat untuk keluarga. Usaha keluarga relatif melibatkan lebih dari diri calon pengusaha itu sendiri namun melibatkan pasangan dan anak. Tentu pilihan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi seluruh anggota keluarga.
5 faktor yang harus di perhatikan dalam memilih dan memulai usaha home industry, yaitu antara lain :
1.      Tujuan usaha home industri : Jika usaha home industri ini merupakan hanya salah satu sumber income keluarga maka usaha home ndustri yang dipilih berupa usaha yang memiliki timing rendah atau usaha-usaha yang memiliki tempo-tempo tertentu, seperti usaha pertanian, usaha online ataupun usaha berupa investasi pada saham, reksadana maupun produk bursa lainnya. Namun jika usaha direncanakan menjadi tulang punggung perekonomian keluarga maka usaha yang dipilih lebih luas, selain usaha seperti tersebut diatas, namun usaha juga dapat berupa usaha rutin seperti perdagangan maupun manufacture.
2.      Man behind the gun : “orang yang menggerakkan usaha” hal ini penting mengingat kunci sukses sebuah usaha adalah pada unsur pengelolaan, artinya faktor manusia yang menggerakkan usaha. Apakah usaha keluarga yang akan dipilih akan di kelola oleh salah satu pasangan atau di kelola oleh kedua pasangan. tentunya pengelolaan oleh dua orang memudahkan pilihan.
3.      Keahlian : usaha dapat berjalan dengan baik jika di sokong oleh keahlian dalam bidang usaha yang akan digeluti. Keahlian tidak berarti harus menguasai seluruh pekerjaan dalam usaha, namun keahlian berarti mengerti seluruh proses usaha itu berjalan dari mulai produksi, inventori, pemasaran, dan laporan. Keahlian ini lah yang membatasi seseorang dalam memilih. Menyesuaikan dengan keahlian yang dimiliki akan mempercepat usaha keluarga akan bergerak. Hindarilah usaha yang anda benar-benar tidak mengerti, atau baru saja mengerti, gali lebih banyak informasi mengenai usaha anda.
4.      Pesaing : bukan berarti melemahkan startegi melihat tingkat persaingan dapat membantu dalam proses memilih. Hindari usaha-usaha yang mudah di masuki pesaing seperti usaha warnet, cuci steam, warung kelontong kecuali anda benar-benar mengerti seluk-beluk usaha tersebut dan memiliki nilai tambah yang sulit diikuti oleh pesaing
5.      Modal : walau bukan sesuatu yang penting dalam memulai usaha namun aspek modal harus di perhatikan. Karena pilihan mengenai jenis usaha tertentu akan berdampak pada besarnya dana keluarga yang harus dikeluarkan untuk memulai usaha tersebut.
Dengan memperhatikan kelima aspek tersebut diharapkan usaha bukan suatu ajang uji coba yang mungkin dapat menghamburkan uang keluarga, namun menjadi sumber penghasilan baru bagi keluarga.
4.      Jam Kerja Perusahaan Home Industri Agar-agar Restu
Berdasarkan data yang kami teliti tentang waktu ketenagakerjaan, waktu kerja maksimal adalah 48 jam seminggu, yang mana waktu rincian kerja berdasar ayat (2) adalah meksimal 8 jam per-hari untuk pola waktu kerja 6 hari per 1 minggu atau maksimum 8 jam per-hari untuk pola waktu kerja 5 hari per 1 minggu.
Ada uga karyawan yang menginginkan lebur dalam pekerjaanya maka berdasar pasal 78 ayat (2), pelaksanaan waktu kerja lembur, harus memnuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a.       Persetujuan (masing-masing) dari pekerja yang bersangkutan
b.      Waktu kerja lembur hanya maksimum 3 (tiga) jam per-hari dan komulatif waktu kerja lembur per-minggu maksimum 14 jam.
Adapun mengenai waktu kerja sektor industri tertentu, selama ini masih 3 sektor yang sudah memiliki peraturan sendiri, yakni:
1.      waktu kerja dan waktu istirahat pada sektor usaha energi dan sumber daya mineral pada daerah tertentu.
2.      waktu kerja dan waktu istirahat pada sektor usaha pertambangan umum pada daerah tertentu.
3.      waktu tertentu dan waktu istirahat di sektor perikanan pada daerah operasional tertentu
5.      Syarat-yarat Mendirikan Perusahaan Home Industri
a.       Surat Izin Usaha Perdaganagan (SIUP)
b.      Surat Keterangan Domisili Perusahaan
c.       Surat Izin Pengambilan Air
d.      Tanda Daftar Perusahaan Perseroan Terbatas
e.       Surat ketetapan Retribusi Daerah
f.       Surat Laporan Pengujian Kualitas Air
Sebuah perusahaan yang dimiliki, dikontrol, dan dijalankan oleh anggota sebuah atau beberapa keluarga. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa semua pekerja dalam perusahaan harus merupakan anggota keluarga. Banyak perusahaan keluarga, terutama perusahaan-perusahaan kecil, memperkerjakan orang lain untuk menempati posisi rendahan, sementara posisi tinggi (top manager) dipegang oleh orang dari dalam keluarga pemilik perusahaan.
Banyak bisnis home industri disusun atas dasar keluarga dan binsis, meskipun keluarga dan bisnis adalah institusi yang terpisah baik anggota, tujuan dan nilainya masing-masing. Mereka menjadi satu di dalam perusahaan di dalam perusahaan keluarga.
Bagi kebanyakan orang, dua institusi yang saling terkait ini adalah bagian yang paling penting dalam hidup mereka. Keluarga dan bisnis muncul dengan alasan mendasar yang berbeda. Fungsi pokok keluarga berhubungan dengan perhatian dan pendidikan anggota keluarga, sedangkan bisnis berkaitan dengan produksi dan pendistribusian barang dan jasa.
Tiap pribadi yang terlibat, langsung atau tidak langsung, dalam perusahaan home indutri memiliki kepentingan dan pandangan yang berbeda dengan situasi yang ada. Model keterkaitan antara kepemilikan, keluarga dan bisnis dapat menjadi tumpang tindih satu sama lainnya
BAB III
PENUTUP


A.      Kesimpulan 

Bisnis keluarga (home industri) Merupakan kerja baru yang luar biasa pada bisnis keluarga, menunjukkan bagaimana untuk menjaga hubungan yang seimbang antara keluarga dan perusahaan, dan menjamin hasil bisnis yang memuaskan. Roadmap ini membantu pembaca untuk membangun lebih baik dikelola dan perusahaan keluarga lebih stabil. 

B.      Saran 
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai Bisnis keluarga (home industri) yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman Bisa memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan – kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. PER-04/MEN/1994 Tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan;
Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. SE-07/MEN/1990 Tahun 1990 tentang Pengelompokan Komponen Upah Dan Pendapatan Non Upah.
Peraturan Pemerintah No 8 Tahun 1981

Komentar

Postingan Populer